JAKARTA, KOMPAS.com - Anggaplah ini sentilan ringan terhadap berbagai aksi demonstrasi yang dilakukan beragam elemen masyarakat di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/12) dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia.

Alih-alih menangkap pesan antikorupsi dari seruan seribuan pendemo, para wartawan, pengendara, dan pejalan kaki yang kebetulan melintas di kawasan Monas mungkin akan kebingungan dengan aksi mereka. Pasalnya, masing-masing kelompok berorasi dengan menggunakan pengeras suara. Suasa orasi mereka saling bersahut-sahutan satu sama lain nyaris bersamaan, sehingga menimbulkan kebisingan yang luar biasa.

Misalnya, kelompok Diskusi Aktivis 77/78 yang berorasi bahwa pemerintah harus membongkar tuntas kasus dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Mereka pun unjuk suara serta menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Sementara selang beberapa langkah dari situ, Himpunan Mahasiswa Usakti berorasi menuntut Wapres Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turun karena keterlibatannya dalam kasus Bank Century.

Sontak saja kedua kekuatan suara itu menimbulkan kegaduhan. Padahal, di kawasan Monas dan Istana Negara, terdapat belasan elemen yang menyuarakan hal yang sama. Kegaduhan pun tak terhindarkan.

Tentu, akan lebih elok jika semua elemen masyarakat tersebut bersatu dengan memberikan kesempatan masing-masing orator berbicara. Toh, pesannya kurang lebih sama. Dengan demikian, pesan lebih sampai, suasana tidak gaduh, dan masyarakat yang kebetulan lewat pun senang dan bisa menerima dengan benar pesan yang disampaikan para demonstran.

0 comments

Post a Comment